Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua KSPI (Komite Serikat Pekerja Indonesia) sekaligus Presidium Komite Aksi Transportasi Online Said Iqbal menyatakan, pihaknya menyiapkan langkah hukum terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum.
Ditemui di LBH Jakarta, ujar Said, bersama KATO, tengah menyiapkan langkah gugatan warga negara atau Citizen Lawsuit.
Baca: Pakaian Syahrini Jebol saat Hadiri Premiere Film Bodyguard Ugal-ugalan, Sang Adik Sampai Marah!
Ia menjelaskan pada Minggu depan akan menggugat presiden Jokowi, wakil presiden Jusuf Kalla, Menkominfo Rudiantara, Menhub Budi Karya Sumiadi, Menaker Hanif Dhakiri, dan Ketua DPR RI.
"Gugatannya sederhana menyatakan pemerintah bersalah. 6 orang ini bersalah tidak melindungi pengemudi ojek online dan kedua melindunginya adalah dengan cara pengakuan sepeda motor sebagai alat transportasi umum, hanya itu dua gugatan," kata Said di LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (1/7/2018).
"Mereka lalai nggak memberikan perlindungan, pengemudi ojol baik gojek maupun grab. Kedua bikin hubungan kerja baik kesejahteraan maupun perlindungan, keselamatan, kesehatan, bagi pengendara maupun pengguna," lanjut Said Iqbal.
Selain itu juga, disampaikan Said Iqbal, langkah hukum lain adalah, menggugat ulang yudisial review ke Mahkamah Konstitusi, dengan penggugat yang berbeda, dengan pasal yang berbeda.
Tak sampai disitu, ia menjelaskan ada pula langkah politik yang akan diambil KSPI bersama KATO adalah meminta DPR untuk membentuk pansus (panitia khusus) ojek online dan juga masuk di Badan Legislasi tahun 2019 revisi UU 22 tahun 2009 tentang lalu lintas.
"Langkah politiknya kita aksi," tegas Said.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum, disampaikan oleh Ketua Hakim MK Azwar Usman di gedung MK, Kamis lalu (28/6/2018).
Gugatan ke MK diajukan oleh 54 orang pengemudi ojek online yang menggugat Pasal 47 ayat (3) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
MK menolak permohonan pemohon karena menganggap sepeda motor bukanlah kendaraan yang aman untuk angkutan umum.
"Ketika berbicara angkutan jalan yang mengangkut barang dan/atau orang dengan mendapat bayaran, diperlukan kriteria yang dapat memberikan keselamatan dan keamanan," kata majelis hakim membacakan perimbangan amar putusan.
MK menyatakan, ojek online tetap dapat berjalan meski tidak diatur dalam UU LLAJ. Menurut MK, polemik ojek online ini bukan permasalahan konstitusional.
"Mahkamah tidak menutup mata adanya fenomena ojek, namun hal tersebut tidak ada hubungannya dengan aturan dalam UU LLAJ," ujar Majelis Hakim.
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/07/01/gugatan-di-mk-ditolak-ojol-gugat-presiden-hingga-ketua-dpr
No comments:
Post a Comment